Kesenian
Gondang
Gondang adalah lagu pada tutunggulan. Ngagondang adalah kakawihan yang dipirig oleh tutunggulan. Pada mulanya gondang merupakan bagian dari upacara untuk menghormati Dewi Padi, Nyi Pohaci SANGHYANG SRI, waktu menumbuk padi untuk pertama kalinya, biasa disebut meuseul Nyai Sri, setelah panen usai.Yang melakukan gondang yaitu wanita yang dianggap suci atau sudah tidak menstruasi (menopause). Itu dulu waktu di Jaman Prabu Siliwangi. Perkembangan selanjutnya gondang menjadi nama salah satu seni pertunjukan yang menggambarkan muda-mudi di pedesaan menjalin cinta kasih, dengan gerak dan lagu yang romantis penuh canda. Sekelompok pemudi menumbuk padi dengan mempergunakan lesung, kemudian sekelompok pemuda datang. Terjadilah dialog yang akhirnya mereka pulang berpasang-pasangan.
Lagu-lagu yang dipergunakan banyak mengambil dari lagu rakyat, atau lagu perkembangan yang diubah katanya. Salah seorang seni Tatang Kosasih, yang mengolahnya pada awal tahun 1960-an. Kata-katanya tidak saja berbahasa Sunda, tetapi dicampur dengan bahasa Indonesia, dan untuk membedakan dengan kreasi gondang lainnya, gondang karya Tatang Kosasih biasa disebut gondang tidak jangan . Mang Koko dan Wahyu Wibisana pernah membuat Gondang Samagaha (gerhana), yang mengisahkan kegiatan muda-mudi dikala terjadi gerhana, diiringi gamelan pelog dan salendro.
Salah satu ciri gondang adalah adanya kegiatan tutunggulan dengan alat Tingtung tutunggulan gondang artinya bunyi-bunyian yang terdengar dari pukulan alu dan lesung yang dimainkan oleh beberapa orang, sehingga membentuk paduan bunyi yang polyphonis.
Tutunggulan biasa pula dijadikan tangara (tanda) untuk masyarakat sekitarnya bahwa ada seseorang yang akan melangsungkan perhelatan.
0 komentar